Senin, 08 September 2008

Sahur yang beriklan

(Tanggapan pada ulasan Budi Suwarna (Kompas, 7 September 2008) yang berjudul Parade iklan waktu sahur
Saat sahur, saya dan kebanyakan orang yang terbangun dari tidur lelap, berjuang untuk membangun mood makan sahur, karena mulut & kerongkongan kering, mata masih buka tutup walaupun sudah dibasuh dengan air, dan perut serasa tidak menyenangkan. Acara TV saat sahur menurut saya adalah acara yang tepat untuk membangun mood makan sahur saya (andaikan ada acara semacam wisata kuliner, justru lebih membantu mood makan bagi saya dan kebanyakan orang. Menurut saya, wajar apabila acara-acara TV saat sahur dibuat sesederhana mungkin, komedi ringan dan kuis (yang tepat disebut bagi-bagi rezeki), toh otak kita juga masih bimbang memilih antara bantal atau nasi. Akan membuat saya tersedak saat makan sahur apabila acara-acara yang saya tonton berupa ceramah atau perdebatan dengan tema yang berat dan kuis-kuis dengan pertanyaan semacam “berapakah diameter dari planet jupiter?” atau “uraikanlah tentang hukum relativitas khusus?”. Saya salut pada stasiun TV yang membuat acara-acara sederhana tetapi bisa mendatangkan sponsor yang sangat banyak. Saya sarankan, cobalah untuk melihat acara tersebut sebagai hiburan yang bonusnya iklan. Tidak jarang iklan membantu kehidupan kita sehari-hari, anggaplah sebagai rekomendasi suatu produk. Toh iklan-iklan yang memanfaatkan acara TV (khususnya saat sahur) bisa dibilang jalan ditempat dalam hal kreatifitas, karena metode yang lebih kreatif belum dibutuhkan, kita tidak hidup di negara maju yang persaingan industri komersil sangat ketat sehingga mereka dengan mudahnya lepas dari zona aman, karena zona aman itu juga sudah tidak menguntungkan lagi. Berbeda dengan di Indonesia, zona aman itu masih eksis sampai sekarang, dan selama masih menguntungkan, mengapa tidak.
Tentang Iklan
Lebih realistis, dan lebih abu-abu lagi sekarang, kita semua tahu bahwa di Indonesia brand yang tidak secara terang-terangan memperlihatkan brand atributnya akan kalah pada persaingan antar brand di industrinya untuk mendoktrin masyarakat, doktrin yang bertubi-tubi dibutuhkan untuk menanamkan brand pada pola pikir sadar maupun tidak sadar masyarakat indonesia pada umumnya. Di dalam industri yang saling berkaitan antara acara TV dan iklan, terdapat pola yang saling mengikat satu sama lainnya, pihak pertama Stasiun TV dengan suatu acara, pihak kedua adalah sponsor, dan terakhir sebagai pelengkap adalah masyarakat sebagai penonton saja (sebagai alibi data valid stasiun TV untuk share marketnya dalam suatu acara yang diproduksinya). Ketiga bagian tadi saling berkaitan, hilang satu, akan tampil blue screen di TV kesayangan kita. Menurut saya, cukup kreatif cara sebuah acara sahur itu menyusupi iklan. Yang belum ada dalam tulisan berjudul parade iklan waktu sahur adalah Sisipan produk sponsor dikondisikan sangat realistis terhadap keadaan acara semikuis yang melibatkan pesan-pesan dari iklan dibuat sangat mirip dengan apa yang ada di ITC, atau beberapa set kondisi lingkungan kita. Iklan-iklan saat waktunya muncul sudah diklasifikasikan (percaya atau tidak, klasifikasinya dapat kita raksakan melalui jenis iklannya. Jadi, kita tidak pernah dipaksa untuk melihat iklan bukan, daripada kita apatis terhadap acara-acara tersebut cobalah untuk lebih memahami pihak-pihak yang bergerak di dalam industri broadcasting dan advertising, tiga pihak yang saling membutuhkan, sistem yang masih saja berkerak dan tidak berubah-berubah. Mungkin beberapa tahun lagi kita dapat menikmati acara-acara TV dengan penyisipan iklan yang lebih kreatif dan tidak disangka-sangka. Tidak perlu merasa kecewa terhadap eksploitasi iklan di acara yang dapat membangun mood makan sahur, jadikanlah acara+iklan sebagai suatu kesatuan totonan, ikan dengan acara xx, atau acara xx dengan iklan, jika masih kecewa gunakanlah Tivo (sayang di sini belum ada) atau tekan tombol off pada remote TV anda.

Tidak ada komentar: